Minggu, 30 Juni 2013

PERLINDUNGAN KONSUMEN

NAMA        :    PANCA RAGIL RIZKIANTO
NPM        :    25211489
KELAS        :    2EB24

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 12

PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENGERTIAN KONSUMEN
    Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali maka dia disebut sebagai pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen.
ASAZ DAN TUJUAN
    Upaya perlindungan konsumen ditanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya ditingkatan praktis. Dengan adanya asaz dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
Asaz Perlindungan Konsumen
Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 2, ada lima asaz perlindungan konsumen :
Asaz Manfaat
Maksud asaz ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
Asaz Keadilan
Asaz ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Asaz Keseimbangan
Asaz ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
Asaz Keamanan dan Asaz Keselamatan Konsumen
Asaz ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
Asaz Kepastian Hukum
Asaz ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakai barang/atau jasa
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hak Konsumen
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,  apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban Konsumen
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
Membayar dengan nilai tukar yang disepakati
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
Hak Pelaku Usaha
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban Pelaku Usaha
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan  jujur serta tidak diskriminatif
Menjamin  mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau mencoba barang dan jasa tertentu serta memberikan jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
Member kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang diperdagangkan
Member kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian
PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
    Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni :
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (pasal 8)
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan pasal 8 ayat 1 UU PK, yakni :
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peratturan perundang-undangan
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiker atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan jasa tertentu
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, leterangan, iklan atau promodi penjualan barang dan jasa tersebut
Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
Tidak mencantumkan informasi dan petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (pasal 9 – 16)
Larangan bagi pelaku usaha periklanan (pasal 17)
KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN
    Klausula baku adalah setiap syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
    Memang klausula baku potensial merugikan konsumen karena tak memiliki pilihan selain menerimanya. Namun disisi lain harus diakui pula klausula baku sangat membantu kelancaran perdagangan. Sulit membayangkan jika dalam banyak perjanjian atau kontrak sehari-hari kita selalu harus menegosiasikan syarat dan ketentuannya.
    Didalam pasal 18 UU Nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa ditunnjukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan perjanjian, antara lain:
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan jasa yang dibeli konsumen
Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
Member hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau menggurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
Menyatakan tundukannya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya
Menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
    Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlaj, tanpa melihat apakah ada unsure kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).
    Istilah product liability (tanggung jawab produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika serikat. Sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen maupun penjual mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian terhadap konsumen.
    Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat,dipegang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produser produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti listrik, produk alami (misalnya makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain), tulisan (misalnya peta penerbangan yang diproduksi secara masal) atau perlengkapan tetap pada rumah real estate (misalnya rumah). Selanjutnya termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk konponen suku cadang.
Tanggung jawab produk menurut Hursh bahwa product liability is the liability of manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins coie juga menyatakan product liability the liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product.
    Dengan demikian, yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture)  atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjuala atau mendistribusikan produk tersebut.
    Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability diatas, berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk termasuk para pengusaha bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha diatas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian batiniah, kematian maupun harta benda.
SANKSI
Sanksi bagi pelaku usaha menurut undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen :
Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
Pengembalian uang
Penggantian barang
Perawatan kesehatan
Pemberian santunan

Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi administrasi
Maksimal Rp 200.000.000 melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat 2 dan 3, 20, 25
Sanksi pidana
Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000 pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17, ayat (1) huruf a, b, c dan e dan pasal 18
Penjara 2 tahun atau denda Rp 500.000.000 pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Hukum tambahan, antara lain
Pengumuman keputusan hakim
Pencabutan izin usaha
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
Hasil pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
SUMBER :    
http://aditnobaka.wordpress.com/2010/10/08/pengertian-konsumen/
http://novianichsanudin.blogspot.com/2011/03/tanggung-jawab-pelaku-usaha.html
http://adimanpangaribuan.blogspot.com/2012/06/pengertian-konsumen.html
http://jaggerjaques.blogspot.com/2011/05/klausula-baku-dalam-perjanjian.html

1 komentar: