Rabu, 05 Juni 2013

HUKUM PERJANJIAN


NAMA              :           PANCA RAGIL RIZKIANTO
NPM                :           25211489
KELAS              :           2EB24

TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
BAB 5

HUKUM PERJANJIAN

1.      STANDAR KONTRAK

Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai didalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan,perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.

Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.Tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat.
                                        
Di Indonesia kita ketahui ada tindakan Negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dengan majikannya. Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasan berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi saja yang mempunyai kekuatan hukum untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan berkontrak.

2.      MACAM-MACAM PERJANJIAN

Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi :
ü  Perjanjian kerja waktu tertentu
ü  Pekerjaan waktu tidak tertentu

Sedangkan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi :
ü  Tertulis
ü  Lisan

3.      SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

Menurut pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum  Perdata, Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat :
ü  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
ü  Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
ü  Suatu hal tertentu
ü  Suatu sebab yang halal

Orang yang membuat suatu perjanjian harus “Cakap” menurut hukum. Pada azasnya, setiap “Orang yang sudah dewasa” dan sehat pikiranny, adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum  Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian :
ü  Orang-orang yang belum dewasa
ü  Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan
ü  Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

4.      SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN

Menurut azas konsensualitas, suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian.

Dengan demikian maka untuk mengetahui apakah telah dilahirkan suatu perjanjian dan bilamanakah perjanjian itu dilahirkan, harus dipastikan apakah telah tercapai sepakat tersebut dan bilamana tercapainya sepakat itu.

Karena suatu perjanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu dilahirkan pada detik diterimanya suatu penawaran. Apabila seseorang melakukan suatu penawaran, dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara tertulis, artinya orang lain ini menulis surat bahwa ia menerima penawaran itu, pada detik manakah lahirnya perjanjian itu?

Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban yang termasuk dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya sepakat.

5.      PEMBATALAN dan PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN

Penyebab pembatalan perjanjian :
a.      Pekerja meninggal dunia
b.      Jangka waktu perjanjian kerja berakhir
c.       Adanya putusan pengadilan dan / atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d.      Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdatamerupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjiannya itu mempunyai kekuatan mangikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

SUMBER :
f. katuuk neltje, aspek hukum dalam bisnis universitas gunadarma




Tidak ada komentar:

Posting Komentar